Terlahir sebagai seorang anak seorang petani sekaligus seorang tukang pangkas rambut di Paninjauan Solok, Sumatera Barat, tak membuat Zalzulifa patah semangat dalam mengejar pendidikan. Nagari Paninjauan, Kampungnya, dikenal sebagai Kampung seribu guru. Hal ini yang mendorongnya bercita-cita untuk menjadi guru. Apalagi di tahun kelahirannya, merupakan masa-masa suram bagi para petani di kampungnya. Ribuan Pohon Cengkeh mati terkena penyakit, membuat banyak anak-anak tidak bisa melanjutkan pendidikan, bahkan putus sekolah. Hasil sawah tentu tak bisa diandalkan untuk menutupi biaya pendidikan setelah tamat SMP. Zalzulifa muda melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA di Kota Solok, sambil berusaha mendapatkan uang tambahan dengan berdagang hasil bumi di pasar. Tekadnya terus berlanjut ketika duduk di Perguruan Tinggi, dengan kuliah sambil bekerja sebagai tenaga sekuriti (Satpam) di sebuah hotel di Kota Padang. Bekerja di malam hari, dan kuliah di siang hari. Ketika sudah menjadi Pegawai Negeri Sipil di Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, di Jakarta, ia tak berhenti menimba ilmu dengan melanjutkan pendidikan S2. beberapa tahun kemudian melanjutkan lagi pada jenjang S3 di Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Keinginannya untuk menjadi guru sudah tercapai ketika mulai mengajar di beberapa Perguruan Tinggi Swasta. Kemudian ditunjuk menjadi dosen di Polymedia UI. Tak lama berselang Zalzulifa dipercaya memimpin Fakultas Pariwisata dan Industri Kreatif, Universitas Muhammadiyah Tangerang (UMT). Tahun 2024, Dr. Zalzulifa, M.Pd secara resmi memimpin Universitas Pramitha Indonesia (UPI) yang berlokasi di Tangerang, Banten. Melalui buku kisah perjalanannya hidupnya, Zalzulifa ingin berbagi pengalaman kepada para pembaca dan menyampaikan pesan bahwa untuk mengejar dan mendapatkan sesuatu memang melalui jalan berliku serta membutuhkan perjuangan dan pengorbanan. Selamat membaca.

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Ut elit tellus, luctus nec ullamcorper mattis, pulvinar dapibus leo.

Tab Content